KALA PEKERJAAN TIDAK SESUAI BIDANG

Idealnya, seorang pekerja menekuni pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Entah bidang yang sudah ditekuninya melalui pendidikan formal maupun bidang yang sudah menjadi perhatiannya sejak lama.

Terjun dalam bidang pekerjaan yang disukai tentu akan lebih "ringan". Berbeda jika melakukan pekerjaan secara terpaksa. Selain akan menimbulkan beban psikologis tertentu, melakukan pekerjaan dengan perasaan tidak suka malahan akan membuat pekerjaan tidak selesai secara maksimal. Akibatnya, pekerja maupun pekerjaan sama-sama tidak "diuntungkan".

Kondisi ini sangat umum terjadi saat ini. Banyak pekerja yang terpaksa melakukan pekerjaan yang tersedia tanpa peduli pada latar belakang pendidikan yang sudah sekian lama mereka kejar di bangku pendidikan lanjutan, atau bahkan pendidikan tinggi. Alasannya bermacam-macam, mulai dari masalah ekonomi hingga persoalan mencari tempat yang lebih baik.

Persoalan ini, belakangan, terasa umum terjadi di Indonesia. Menurut pakar sumber daya manusia (SDM) JP Consultant, Titania Hapsari, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut sering terjadi.

"Di Indonesia, faktor keinginan orang tua masih berperan sangat besar terhadap pilihan jalur pendidikan kita. Sebegitu besarnya sehingga mereka yang menentukan ke sekolah mana kita seharusnya, jurusan apa yang sebaiknya diambil, mana yang menurut mereka lebih menjanjikan masa depan, dan lain sebagainya", ungkap Nia, begitu ia kerap disapa.

Ia menuturkan faktor tersebut menjadi salah satu pemicu yang mengakibatkan banyak pekerja yang berkarier jauh menyimpang dari jurusan yang mereka ambil saat di bangku sekolah. Selain itu, menurutnya, jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sepadan dengan jumlah lulusan yang ada semakin menguatkan fenomena ini.

"Tentunya faktor minimnya lapangan pekerjaan yang sesuai, mau tidak mau, harus mengubah orientasi utama mereka juga", katanya.

Nia tak menampik banyak pekerja yang bekerja di tempat awal hanya sebagai batu loncatan. Sementara, sambil tetap melakukan pekerjaannya, mereka mencari tempat yang sesuai dengan keahliannya atau bidang yang diminatinya.
Diantara sekian banyak pekerja yang merasa tak puas dengan pekerjaannya saat ini, ternyata tidak sedikit pekerja yang justru lebih menikmati pekerjaan yang ia tekuni sekarang walau mulanya tidak sesuai dengan keinginannya.

Disty Anggraini salah satunya. Pegawai di salah satu bank badan usaha milik negara (BUMN) itu menyandang gelar sarjana sastra Jerman, namun ia justru bekerja sebagai frontliner di sebuah bank. "Awal mulanya karena tertarik dengan job fair yang diadakan di kampus waktu itu. Iseng-iseng kirim CV, eh ternyata dipanggil untuk tes dan akhirnya diterima", kisahnya.

Meski sempat menghadapi dilema, Disty akhirnya memutuskan untuk bekerja disana. Ia berpikir akan menjalani pekerjaan tersebut sembari mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan jurusannya.


"Awalnya memang sempat bingung, tapi sekarang sudah sreg bekerja di sini. Cuman berpikir sayang aja kalau ilmunya tidak dipakai. Meski demikian, tetap harus bekerja semaksimal mungkin karena tidak ingin dicap tidak profesional", ujar Disty yang mengidamkan bekerja di kedutaan besar Jerman.

Hal serupa dialami oleh Fajar Nugraha. Koordinator humas di salah satu hotel bintang lima di kawasan Jakarta Pusat itu sebenarnya bertitel sarjana ekonomi.

Menurutnya, dia sempat tidak percaya diri dengan pekerjaan yang diberikan, namun akhirnya dia menerima. "Menyimpang memang dengan jurusan kuliah, tapi saya tidak menyesalinya sama sekali, senang malah", ujarnya.

Ia bahkan berpikir untuk mengambil kuliah pascasarjana di bidang komunikasi untuk semakin melengkapi pekerjaannya tersebut. "Setelah bekerja hampir lima tahun sebagai humas, saya sangat tertarik untuk menambah ilmu di bidang ini. Mudah-mudahan akhir tahun ini sudah bisa masuk kuliah lagi", ungkap Fajar.


Sumber: http://theellaproject.wordpress.com/2011/01/14/we-dont-like-to-work-but-i-couldnt-be-a-housewife/

CINTA PEKERJAAN | Kesuksesan tidak melulu diukur dari jabatan dan materi yang didapat. Kecintaan pada pekerjaan juga merupakan kesuksesan dan prestasi tersendiri.

Pilihan Individu

Menurut Nia, menekuni sebuah pekerjaan adalah pilihan yang sangat bergantung pada masing-masing individu. Jika merasa tidak puas atau tidak sesuai dengan keinginan, masih banyak jalan yang dapat ditempuh untuk mengatasinya.

"Jika pekerjaan tersebut tidak sesuai, tidak perlu meninggalkan pekerjaan yang sedang dijalani, tapi tekuni pekerjaan tersebut. Di saat luang, cobalah mempelajarinya lebih dalam dengan meraih sertifikasi di bidang itu, seperti kursus, kuliah malam, dan lain sebagainya," ungkap Nia.

Pilihan berikutnya, sementara tetap bekerja, carilah pekerjaan di bidang yang disukai, sebagai pekerjaan part time. Apabila tidak bersedia, terlibatlah dalam organisasi sosial yang menyediakan kesempatan untuk berkarya di bidang tersebut.

"Keputusan yang diambil merupakan pilihan bagi tiap individu untuk menjadikan hidup dan pekerjaan menyenangkan atau tidak, yaitu dengan mengubah cara berpikir Anda sendiri. Anda sendirilah yang menentukan makna dari pekerjaan saat ini, yang pastinya berdampak pada keberhasilan di masa mendatang. Sering kali kegagalan berawal dari persepsi atau pemikiran diri kita sendiri", ungkapnya.

Ia juga menuturkan dengan tetap bisa menjalankan pekerjaan dengan baik, memberikan kontribusi bagi kesuksesan kerja tim, dan menunjukkan kita adalah rekan kerja yang menyenangkan, akan menimbulkan sebuah anggapan kesuksesan tersendiri dan akan terlepas dari kata "gagal".


"Perlu diingat bahwa penilaian akan keberhasilan atau kegagalan tidak melulu ditentukan oleh diri sendiri, namun juga orang lain atau lingkungan kita", ujarnya.


Selain itu, sangat disarankan untuk membuat checklist mengenai plus-minus pekerjaan yang sedang ditekuni sekarang. Daftar tersebut bisa berisi apa saja yang disenangi dan tidak, apa manfaatnya, dan apa kerugian yang didapatkan sejauh ini. "Bisa juga dengan mencari informasi terbaru mengenai segala peluang dan ancaman terkait pekerjaan tersebut saat ini dan masa mendatang", ujar Nia.

Apabila memutuskan untuk tetap bekerja di bidang saat ini, masih banyak cara mengoptimalkan kinerja dan mendapatkan pengakuan atas keberhasilan yang berhasil dicapai. Susun target-target secara spesifik, mulai dari jangka pendek dan yang paling realistis agar bisa memenuhinya secara optimal.

"Jika akhirnya memutuskan untuk kembali ke jalur pendidikan atau minat awal, buatlah rencana yang matang dengan memperhitungkan segala aspek, kerugian yang akan dialami di waktu dekat, serta tindakan antisipasinya. Perlu dicermati juga apakah kesempatan itu harus dalam bentuk pekerjaan formal ataukah bisa dilakukan secara paro waktu, atau bahkan dalam bentuk wiraswasta. Jangan lupa untuk mengukur kemampuan dan meramalkan keberhasilan jika tidak ingin kecewa", pungkasnya.

Sumber:
Koran Jakarta - Selasa, 3 November

Comments