ZAKAT PERTANIAN DALAM ISLAM

Pembaca yang dirahmati Allah SWT, sesungguhnya termasuk kewajiban yang Allah SWT bebankan atas kita adalah zakat. Allah SWT menjadikannya sebagai hak harta yang harus ditunaikan oleh pemiliknya dan ia juga merupakan salah satu tanda dari benarnya keimanan seseorang. Bahkan pada zaman kekhalifahan Abu Bakr ash-Shiddiq RA banyak masyarakat Arab dan sekitarnya yang menyatakan kemurtadan mereka dari Islam sekaligus keengganan mereka membayar zakat. Oleh karena itu, beliau menginstruksikan agar masyarakat tersebut diperangi lantaran mereka telah menahan hak harta yang telah ditunaikan pada zaman Nabi SAW.

Untuk itu. penulis hendak menyampaikan tentang sekelumit pembahasan zakat pertanian, di samping pentingnya pembahasan ini karena mayoritas penduduk negeri kita bekerja di sektor pertanian dan banyak di antara mereka yang belum mengetahui tentang bagaimanakah sebenarnya aturan Islam dalam zakat pertanian.
Tanaman-Tanaman yang Wajib Dizakati

Banyak orang yang kurang mengerti tentang tumbuhan apa saja yang wajib dikeluarkan zakatnya. Mungkin dapat kita kategorikan menjadi dua golongan, yang pertama adalah orang-orang yang sangat berlebihan dalam mewajibkan zakat tanaman terhadap hampir semua tanaman yang dapat ditanam oleh petani. Dan sebagian lagi seakan tidak pernah mengindahkan akan perkara zakat yang merupakan salah satu kewajiban dalam Islam.

Dasar dari pengambilan hukum ini adalah apa yang telah diriwayatkan oleh al-Hakim dan al-Baihaqi dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 879, bahwa Nabi SAW mengutus Abu Musa dan Mu'adz RA ke Yaman (untuk mengajari manusia tentang agama mereka), maka beliau memerintahkan mereka berdua untuk tidak mengambil kecuali dari empat jenis berikut; gandum, sya'ir atau jewawut (tumbuhan keluarga padi-padian, bijinya kecil dan lembut, biasa digunakan sebagai makanan burung), kurma, dan kismis.

Ulama Syafi'iyah dan Malikiyah mengatakan bahwa tumbuhan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang berfungsi sebagai makanan pokok kebanyakan penduduk suatu daerah dan dapat disimpan. Maka dalam hal ini padi termasuk dalam jenis tanaman yang wajib dizakati karena padi merupakan makanan pokok dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, berbeda dengan tanaman tebu, walaupun dapat disimpan sebagai gula, ia bukanlah makanan pokok. Dan harap dibedakan antara makanan pokok dan kebutuhan pokok, sebab tidak semua kebutuhan pokok menjadi makanan pokok.

Para ulama mengemukakan ketika memilih alasan wajibnya zakat terhadap tanaman padi dan yang memiliki fungsi semisalnya, karena tanaman yang disebutkan Nabi SAW dalam hadistnya merupakan tanaman pokok, dan tanaman pokok lebih bermanfaat bagi orang-orang yang fakir.

Syarat Wajib Zakat Bagi Petani
Ketahuilah bahwa tidak semua petani yang menanam tanaman wajib membayar zakat. Melainkan harus terpenuhi ketentuan-ketentuan yang mewajibkannya zakat terlebih dahulu. Tidak seperti zakat harta yang lain, dalam zakat tanaman hanya diperlukan dua syarat dan itu adalah:
1. Memiliki hak penuh atas tanaman tersebut.
2. Mencapai nishab (batas minimum) zakat, yaitu 5 wasaq (sama dengan sekitar 647 Kg gandum) atau lebih sebagaimana telah dijelaskan dalam hadist riwayat Bukhari: 1447 dan Muslim: 979, "Tidak ada zakat tanaman yang kurang dari 5 wasaq.

Sumber: http://abuabdilbarr.wordpress.com/2007/06/22/zakat-pertanian-2/

Cara Mengeluarkan Zakat Tanaman
1. Untuk mengeluarkan zakat tanaman maka kita sebagai seorang petani hendaknya memiliki hak penuh terhadap tanaman tersebut dan hasil panen telah mencapai 5 wasaq, adapun bila jumlah panen tidak sampai 5 wasaq, belum wajib zakat.

2. Bila petani mengairi sawahnya dengan menggunakan mesin diesel sepanjang tahun, maka ia hanya berkewajiban mengeluarkan sebesar 5% dari hasil yang telah ia capai. Adapun petani yang menggantungkan tanamannya dari air hujan (semisal padi gogo, atau padi yang mengandalkan pengairan sungai) maka petani mengeluarkan sebanyak 10% setelah dipotong biaya perawatan yang lain, semisal pupuk atau membayar buruh panen.

3. Petani membayar zakat ketika tiba masa panen, yaitu setelah tanaman dipanen dan siap disimpan. Sebagaimana yang telah diperintahkan Allah SWT dalam Surah al-An'am: 141. Maka barang siapa yang mempunyai tanaman yang siap panen, namun -dengan izin Allah SWT- terkena musibah hingga gagal panen, maka ia tidak wajib dizakati. Demikian pula jika tanaman yang telah dipanen belum kering dan belum siap untuk disimpan, maka bila ia hilang atau rusak tidak wajib dizakati juga.

Golongan yang Berhak Menerima Zakat


Orang-orang yang menerima zakat -selain zakat fithri (karena zakat fithri (disebut juga zakat fitrah) hanya diperuntukkan bagi fakir dan miskin sebagai makanan mereka, sebagaimana yang telah disebutkan dalam lafazh hadistnya. Wallahu A'lam)- ada delapan golongan yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam Surah at-Taubah: 60. Dan mereka itu adalah:

1. Fakir: Orang yang pada asalnya tidak memiliki apa pun, atau orang yang memiliki sedikit harta namun tidak dapat mencukupinya.

2. Miskin: Sama dengan fakir, namun keadaannya agak ringan walaupun ia juga pas-pasan dalam memenuhi kebutuhannya.

3. Amil: Orang-orang yang ditugaskan oleh pemerintah guna menghitung dan mengambil zakat. Dan mereka diberi jatah sepadan dengan biaya pergi-pulang mereka dari daerah tempat mendata zakat.

4. Muallaf: Yaitu para pemuka kaum yang diinginkan dari memberikan zakat kepada mereka ingin masuk Islam, agar tidak mengganggu kaum muslimin atau agar imannya kuat jika telah beriman.

5. Riqab: Yaitu budak yang ingin dibebaskan. (Untuk sekarang mungkin sudah tidak ada lagi.)

6. Gharim: Orang yang terbelit utang bukan untuk maksiat, misalkan ketika keluarganya tertimpa musibah sakit yang mengharuskan operasi hingga ia tidak memiliki uang yang cukup dan akhirnya berhutang. Atau yang semisal.

7. Fi Sabilillah: Yaitu orang-orang yang berperang di jalan Allah SWT, mencakup kendaraan atau senjata mereka.

8. Ibnu Sabil: Seorang musafir yang kehabisan bekal. Dengan syarat perjalanan yang ia lakukan bukan dalam rangka maksiat.

Beberapa Masalah
1. Apakah pajak dapat menggantikan kedudukan zakat? Permasalahan ini mungkin timbul dari saudara-saudara muslim yang memiliki perkebunan luas hingga ia dikenai pajak oleh instansi tertentu. Pajak tidaklah sama dengan zakat yang Allah SWT perintahkan dan tidak dapat menggantikannya, lantaran zakat memiliki sasaran tertentu (hanya delapan golongan) dan ia juga hanya berlaku pada harta-harta tertentu. Hal ini tentu berbeda dengan pajak yang dapat dimanfaatkan menurut instansi yang memungutnya.

2. Bolehkah mengakhirkan membayar zakat? Ibnul Utsaimin menjawab, "Memang pada asalnya membayar zakat dituntut segera. Akan tetapi, kita boleh mengakhirkannya bila ada keperluan, semisal jika penduduk suatu daerah mengeluarkan zakat padi mereka dalam waktu yang hampir bersamaan maka golongan penerima zakat akan menjadi kurang membutuhkan pada waktu itu. Oleh karenanya, kita dapat mengakhirkan memberikan zakat di kala para penerima zakat hanya memiliki sedikit harta dari sisa pemberian zakat para petani. Atau kita mengakhirkan zakat untuk meneliti siapakah kira-kira yang pantas untuk mendapatkan zakat tersebut, lantaran banyaknya orang yang tidak amanah di zaman ini. Dan ini memerlukan dua syarat, pertama dipisahkan dari hartanya dan kedua, menuliskan bukti tentang hal itu.

3. Bolehkah kita menggunakan harta zakat untuk membangun atau merenovasi masjid, madrasah, memberikan santunan kepada para da'i atau yang lain dengan alasan itu semua adalah fi sabilillah (untuk kepentingan di jalan Allah SWT)? Ibnul Utsaimin menjelaskan dalam Fatawa beliau, hal ini tidak dibenarkan karena sasaran zakat telah dibatasi oleh Allah SWT dalam delapan golongan di atas. Allah membatasinya dengan kata inna-ma (QS. at-Taubah (9): 60), dan ahli tafsir menjelaskan makna fi sabilillah dalam ayat adalah jihad di jalan Allah SWT. Maka seandainya kita perbolehkan membayar zakat pada hal yang dikategorikan fi sabilillah (semisal membangun masjid), tentu tidak akan ada gunanya Allah SWT memberikan kata inna-ma yang berfungsi sebagai pembatasan.

Khatimah

Demikianlah penjelasan singkat mengenai zakat pertanian. Semoga dengan mengilmuinya kita dapat amalkan sehingga harta yang kita peroleh menjadi berkah. Amin.

Sumber:
Buletin Al Furqon - Tahun ke-6, Volume 3 No. 2, Rajab 1432 H

Comments

  1. Asww, Mengenai nishab padi yang sawahnya dikaerjakan oleh orang lain dengan bagi hasil 1/3 atau 1/2, hasil sebelum dibagi telah memenuhi nishab (7 wasaq), namun setelah dibagi masing2 tidak memenuhi nishab, bagaimana cara mengambil zakatnya? apakah masing2 tidak wajib membayar sazatnya? Mohon penjelasannya karena hal ini sering terjadi, terimakasih. Chairul Lubis

    ReplyDelete
  2. Alaikum Salam pak Chairul...

    Untuk hal seperti itu kedua-duanya tidak wajib zakat pak, dikarenakan masing-masing belum mencapai nishab.

    Karena syarat pertama wajib zakat pertanian itu adalah "memiliki hak penuh atas tanaman tersebut", jadi meskipun hasil totalnya melebihi nishab tapi masih belum sepenuhnya hak dari masing-masing orang tersebut dikarenakan ada perjanjian kerjasama sebelum menanam tanaman tersebut.

    Kecuali dalam perjanjian tersebut bukan bagi hasil tetapi orang yang mengerjakannya mendapat upah dari sang empunya sawah/ladang, baru pemilik sawah/ladang tersebut wajib untuk mengeluarkan zakatnya.

    Demikian penjelasan dari saya dan mohon maaf jika ada jawaban saya yang kurang begitu memuaskan pertanyaan pak Chairul.

    ReplyDelete

Post a Comment