CEGAH PENYAKIT JIWA DENGAN IKHLAS DAN TAWAKAL

Masyarakat yang tinggal di perkotaan sangat rentan terserang penyakit jiwa. Misalnya, mudah marah, sombong, berdusta, iri hati dan sifat-sifat negatif lainnya. Penyakit ini timbul akibat berbagai persoalan dan tekanan hidup yang menghimpit masyarakat kota metropolitan. Jika tidak disembuhkan, penyakit ini akan semakin parah dan dapat menjauhkan manusia dari kebahagiaan.

"Jiwa memiliki keterbatasan. Jika penyakit jiwa terus menumpuk, maka ia akan keluar suatu saat dalam bentuk depresi atau kegilaan", ungkap Prof Dr Mulyadhi Kartanegara saat memberikan ceramah di Pengajian Babussalam. Pengajian ini diadakan setiap Selasa di kawasan Pondok Indah, Jakarta. Meskipun demikian, pesertanya juga berasal dari daerah-daerah lain di ibukota, seperti Pondok Kelapa, Dharmawangsa dan Pondok Bambu.


Sumber: dinkes-sumbar.org



Solusi untuk mengatasi penyakit jiwa, lanjutnya, adalah kembali ke ajaran agama (Islam). Karena agama (Islam) mengajarkan tentang keseimbangan antara kebutuhan fisik dan mental. Dengan keseimbangan ini, manusia dapat membentengi diri agar tidak mudah terjebak pada bujukan setan untuk berperilaku negatif karena menderita penyakit jiwa.

Mulyadhi menegaskan, jiwa perlu asupan makanan. Makanan jiwa terdiri dari ilmu pengetahuan yang bermanfaat, akhlak yang terpuji, akidah yang benar dan amalan yang shaleh. Makanan ini juga dibantu dengan bersikap ikhlas dan tawakal kepada Allah SWT.

Sikap ikhlas dan tawakal (berserah diri kepada Allah SWT) juga menjadi obat untuk menghilangkan kecemasan yang berlebihan. Seperti melepas anak untuk pergi belajar jauh dari orang tua. Orang tua, lanjutnya, harus mengikhlaskan dan bertawakal setelah berikhtiar secara optimal untuk menjaga anak. "Anggap saja, ini adalah latihan untuk meninggalkan dunia", kata Mulyadhi.

Sumber:
Tabloid Republika - Jumat, 18 Juli 2008

Comments